Pada awal tahun 2019, tepatnya di semester terakhirku duduk di bangku perkuliahan, aku sedang senang dan tertarik dengan kaktus. Pertama kali aku melihat berbagai jenis kaktus yang unik membuatku langsung tertarik untuk menjualnya. Kemudian aku mengajak salah seorang sahabatku untuk berjualan kaktus di daerah kampus. Kami berjualan kaktus sebagai kado wisuda, karena memang belum ada kado wisuda yang berbentuk seperti itu sebelumnya. Sehingga kami mengemas kaktus tersebut dalam bentuk yang unik dan cantik. Karena saat itu kaktus belum terlalu hits, maka aneka ragam kaktus ini masih tergolong murah harganya. Kami juga menjual paket kado wisuda tersebut dengan harga yang terjangkau. Aku pun rela untuk bolak-balik belanja kaktus ke luar kota sebagai stok jualan kami.
|
pesanan dari himpunan di jurusanku ^^ |
|
pesanan dari teman hihi |
|
behind the scene sekaligus memotret produk jualan yang lain |
|
salah satu pricelist kaktus yang dijual |
|
story teman yang beli hihi |
|
saat belanja kaktus pulang dari kampus banget wkwk |
Sayangnya dikarenakan kami sibuk dengan kegiatan kami, maka bisnis itu tidak berlanjut. Walaupun bisnis itu tidak berlanjut, namun rasa ketertarikanku terhadap kaktus masih ada. Akhirnya aku pun tetap merawat beberapa kaktus di rumah, sebagai koleksi pribadi. Saat itu pengetahuanku tentang dunia tanam-menanam masih sangat dangkal, apalagi perawatan kaktus juga gampang-gampang susah. Gagal dan kaktus mati sudah kualami berkali-kali. Terutama saat awal-awal dahulu, ketika aku belum paham bahwa sebuah tanaman pun butuh adaptasi. Kasus yang paling sering terjadi adalah ketika kaktus yang baru saja kubeli dari sebuah daerah dataran tinggi bersuhu rendah kemudian mendadak mati saat kubawa ke Surabaya dan hidup hanya beberapa hari di rumahku. Padahal aku juga tidak menyiramnya maupun terkena air hujan. Rasanya saat itu aku hanya menaruhnya di tempat yang terkena sinar matahari, dengan pikiran bahwa kaktus akan tetap hidup dengan paparan sinar panas layaknya kaktus yang kulihat di film koboi-koboi.
|
mencoba memakai berbagai media tanam ala terarium |
|
rak ini crafting hasil tangan ayah dan aku xixi |
Setelah berbincang dengan beberapa penjual kaktus, akhirnya aku paham bahwa sepertinya penyebab matinya kaktus-kaktusku adalah karena mereka kaget dengan perubahan suhu tempat hidupnya. Karena aku membelinya dari daerah dataran tinggi bersuhu rendah, otomatis suhunya sangat kontras dengan suhu di tempat tinggalku yang berada di dataran rendah. Walaupun memang kaktus membutuhkan cahaya matahari, namun tidak serta merta itu akan baik-baik saja hanya dengan ditaruh di bawah tempat dengan paparan sinar matahari. Ternyata suhu pun juga berpengaruh. Para penjual kaktus tersebut menyarankanku untuk melakukan semacam karantina terlebih dahulu. Dengan cara pelan-pelan mengenalkan kaktus pada suhu tempat tinggalnya yang baru. Jadi aku pun membuat masa karantina untuk kaktus-kaktus yang baru saja kubeli. Aku menaruh kaktus itu di dalam kamarku sekitar 3 hari. Karena kamarku selalu dingin saat malam hari dari AC yang kunyalakan tiap aku tidur. Selanjutnya kaktus-kaktus itu akan kupindahkan ke luar kamar, namun tetap di dalam rumah. Aku menaruhnya di ruang tamu dengan suhu rata-rata sekitar 27-30 Celcius selama sekitar 1 minggu. Tentunya kaktus tersebut tetap aku jemur setiap pagi selama 15-30 menit di bawah paparan sinar matahari pagi, dan aku siram air dengan semprotan kecil setiap 5 hari sekali. Setelah fase di ruang tamu itu selesai, barulah kemudian kaktus tersebut kukeluarkan dari dalam rumah dan siap kutaruh di teras rumah. Percobaan itu ternyata berhasil, karena kaktus-kaktus yang kutaruh di teras rumah ternyata tetap dapat beratahan hidup 2 minggu setelahnya. Akhirnya dari situ aku paham bahwa sebuah tumbuhan pun juga butuh yang namanya proses adaptasi. Sama seperti kita sebagai manusia, bukan?
|
masa karantina di kamar wkwk |
Kemudian aku pun tertarik untuk membuat suatu wadah khusus bagi kaktus-kaktusku. Karena aku tidak memiliki greenhouse serta rumahku belum menunjang hal itu, maka aku berinisiatif untuk membuat mini greenhouse. Setelah browsing sana sini, akhirnya aku menemukan sebuah preseden yang bisa aku contoh dan sepertinya mampu kuaplikasikan di rumah. Kurang lebih bentuknya seperti ini.
|
source: pinterest |
Dikarenakan halaman rumahku tertutup paving block sepenuhnya, maka tidak mungkin aku mencangkul tanah untuk dijadikan greenhouse yang sama persis seperti gambar tersebut. Maka aku mendesainnya dengan menambahkan lantai pada bagian bawahnya dan dinding pendek di sisi kiri kanannya. Akhirnya berangkatlah aku ke toko bahan maket karena bahan kayu yang kupilih adalah kayu balsa.
Saat itu kemampuanku dalam mengolah kayu sangat terbatas. Walaupun terdapat mesin gerindra di rumah, namun aku masih takut dan belum mahir menggunakannya. Jadi aku memilih kayu yang mudah untuk dipotong, ringan dan cukup kuat. Dalam pikiranku hanya kayu balsa yang terbayang, karena hanya kayu itu yang pernah kupakai sebelumnya saat kuliah membuat berbagai maket. Aku memilih kayu balsa yang paling tebal beserta batang kayu sebagai rangkanya. Karena kayu balsa cukup empuk, maka mudah saja apabila menancapkan paku pada permukaan kayu tersebut. Jika ingin lebih kuat, bisa ditambahkan lem kayu juga sebagai perekatnya. Akhirnya setelah rangkanya selesai, aku pun menambahkan penutup pada bagian atapnya. Pemilihan materialnya juga tidak bisa asal. Karena aku membutuhkan penutup yang memungkinkan cahaya matahari tetap masuk, namun dapat mereduksi sinar UV matahari. Setelah berbincang dengan pedagang tanaman, akhirnya aku mencoba saran mereka untuk menggunakan plastik uv filter dan paranet.
Di bagian paling atas terpasang plastik uv filter. Gunanya agar sinar matahari tetap dapat masuk menyinari tanaman-tanaman di bawahnya. Mengingat tanamanku adalah kaktus yang tidak boleh sembarangan terkena air, maka plastik uv filter ini cocok dipakai pada bagian atas karena tidak memiliki lubang sehingga tanamanku aman dari tetesan air. Plastik UV filter ini dapat mereduksi paparan sinar UV, sehingga tanamanku tidak akan menerima sinar matahari Surabaya yang luar biasa.
Di bagian kedua, kupasang paranet. Paranet ini memiliki kerapatan yang berbeda-beda jika kita mencarinya di toko-toko. Semakin rapat benang-benang paranet, semakin bagus kemampuannya dalam menahan intensitas cahaya matahari yang mengenai tanaman. Aku memilih paranet dengan kerapatan sedang, sehingga sinar matahari tetap dapat menyinari namun menjadi lebih teduh.
Untuk memasang kedua penutup ini, aku menggunakan staples khusus kayu. Sebenarnya bisa juga memakai paku, namun aku memilih staples agar lebih mudah saja. Dan taraaaa! Akhirnya mini greenhouse-ku jadi juga.
Aku mencobanya dalam 1-2 hari, ternyata agak membutuhkan effort untuk memindahkan greenhouse ini. Terkadang aku masih khawatir tanamanku terkena air karena ternyata agak tampias dari samping saat hujan turun. Sehingga aku masih mengeluarkan dan memasukkan greenhouse ini setiap pagi dan malam. Akhirnya ayah memberi ide untuk diberikan roda pada bagian bawahnya supaya lebih mudah untuk dipindahkan, serta memberi tambahan selembar kayu triplek untuk bagian bawahnya agar jauh lebih kuat. Kemudian untuk mengurangi tampias dari kanan dan kiri, aku juga menambahkan semacam tirai yang dapat digulung ke atas dan ke bawah dari plastik UV filter. Saat hujan turun, tirai plastik itu tinggal diturunkan saja gulungannya sehingga greenhousenya aman dari cipratan air.
|
tirainya seperti yang di sebelah kiri |
Mini greenhouse ini pun selesai dan aku cukup puas dengan hasilnya. Karena ternyata kaktus-kaktusku memang dapat tumbuh dengan baik di dalam sini. Sayangnya, dikarenakan kucingku sangat tertarik dengan greenhouse ini, beberapa bulan kemudian rangka atapnya patah karena kucingku suka sekali tidur di bagian paranetnya layaknya hammock yang nyaman untuk rebahan. Tapi memang dari pemilihan materialku juga yang kurang kuat, akhirnya mudah patah dan rusak. Mini greenhouse ini pun akhirnya rusak dan terbengkalai. Sangat disayangkan sekali. Tapi aku senang dan bangga pernah berhasil membuat ini. Jika di lain kesempatan memungkinkan untuk berkebun, aku masih tertarik merawat kaktus dan semangat untuk kembali membuat greenhouse semacam ini hihi.
Oh iya kayu balsa yang masih tersisa akhirnya aku potong menjadi kotak-kotak dan kurangkai menjadi pot untuk kaktusku. Untuk menempelkan kayu-kayu ini hanya membutuhkan paku kecil dan lem kayu saja. Lalu aku percantik dengan memberinya cat. Untuk bisa membuat catnya tahan lama, bisa dipoles dengan semacam plitur semprot khusus kayu. Tidak lupa pada bagian bawahnya kuberi lubang-lubang kecil sebagai jalan keluar mengalirnya air.
Dan aku juga pernah belajar menyemai kaktus dengan cara memperbanyaknya sendiri. Kaktus-kaktus kecil ini bisa tumbuh akar sebagai tanaman baru yang siap ditanam. Sayangnya aku selalu gagal saat proses menempelkannya ke batang buah naga agar punya batang yang kokoh. Sepertinya aku harus belajar lebih banyak lagi hihi.